Sunday, February 1, 2009

Budaya Instan vs Mie Instan


Dalam banyak kondisi, mie instan cukup membantu, saat waktu terbatas, anggaran terbatas, atau bahkan kompetensi terbatas, khususnya kompetensi memasak (ini gak nyindir siapa-siapa lho…). Tetapi budaya instan cukup membuat saya menjadi bingung.

Kemacetan di Jakarta dicoba selesaikan dengan menggeser jam belajar di sekolah. Keterlambatan pencairan anggaran APBD diusulkan diselesaikan dengan menggeser tahun anggaran di daerah menjadi April – Maret. Padahal akar permasalahannya adalah komunikasi politik yang lemah antara Pemda dan DPRD serta kurangnya kompetensi di daerah dalam manajemen keuangan, sehingga dari 510 pemda, baru 156 pemda yang bisa menyelesaikan perda APBD pada posisi hari ini (Kompas, 2/2).

Salah satu “bug” dalam pola pikir sebagian manusia, di antaranya adalah pola pikir linier yang mengarah pada shortcut solution. Dengan menggeser jam belajar sekolah, sebetulnya dalam sistem yang kompleks banyak juga faktor lain yang tekait akan bergeser, seperti pola transportasi umum, perilaku pengantaran sampai policy resistance yang membuat shortcut solution menjadi tidak ampuh. Karena dalam sistem yang kompleks satu faktor dan lainnya saling berhubungan secara unik, membentuk dinamika permasalahan.

Sebetulnya dengan mengambil waktu cukup untuk memahami dinamika permasalahan, kita akan mampu mengenali akar permasalahan. Harapannya, kita akan mampu mengurai simpul masalah yang tepat tanpa membuat simpul masalah baru, seperti slogan Pegadaian, menyelesaikan masalah tanpa masalah :) Mengurai simpul masalah yang tepat juga mempunyai harapan akan solusi yang efisien. Jadi solusi yang tepat tidak selalu mahal.

Memahami dinamika permasalahan bukan berarti membuat segala sesuatunya menjadi rumit, justru semangatnya adalah menaklukkan kerumitan. Istilah Quick Win dalam manajemen bisnis juga seharusnya merupakan penciptaan momentum untuk penyelesaian masalah pertumbuhan yang fundamental. Quick Win bukanlah Quick Win sesungguhnya bila kontraproduktif terhadap pertumbuhan dan sustainability dalam jangka panjang.

Saturday, January 31, 2009

Indonesia today ... :(


Lintas berita dari highlight beberapa situs berita nasional, tengah hari tanggal 28 Januari 2009 :

Kompas.com
Kejaksaan Bidik Kasus Korupsi Miliaran Rupiah
DPD Minta Penjelasan Jaksa Agung soal Korupsi di Daerah
Mendiknas: Otonomi Keuangan di Perguruan Tinggi Kebablasan

Vivanews.com
Rugi Derivatif BUMN Capai US$ 4 Miliar
Sarjan Taher Divonis 4,5 Tahun Bui
Aliran Sesat Bertukar Pasangan

Jawapos.co.id
Megawati Kembali Kritik Kinerja SBY, Setelah Poco-Poco, Kini Sebut Yoyo
Penetapan Pemenang Pilgub Ulang Jatim Dikembalikan ke KPU
Spirit Menang Indonesia saat Menjamu Australia

Detik.com
Aliran Sesat Satria Piningit
Konsumsi Sawit Domestik Bisa Naik 1,35 Juta Ton per Tahun
Golkar Gelar Rapat Konsultasi Nasional Medio Februari

Kenapa didominasi berita negatif ya? Barusan ada hasil survey juga, bahwa 60% berita mengenai Indonesia di harian Malaysia adalah berita negatif. Inikah kondisi Indonesia, atau sekedar selera media? C'mon guys... be part of the good news of Indonesia....

Persatuan dalam Democrazy ...


Indonesia memang luar biasa, one country, 17.508 islands (moga-moga tidak terus berkurang, dengan adanya global warming, ‘ekspor’ tanah ke Singapura, dan lepasnya Sipadan & Ligitan), 483 distinct cultures, more than 250 native languages. Tetapi sesuai semangat persatuan Bung Karno, mestinya bukan menjadi alasan untuk terus berkembangnya sikap primordial dan eksklusifisme atau apa pun namanya (masih bingung cari istilah yang pas, ada usulan … :) … ), yang kebablasan mengkotak-kotak-kan bangsa dan cenderung kontraproduktif dengan arah pembangunan bangsa.

Bukan berarti tidak setuju dengan kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat, tetapi sebetulnya pusing juga kalau melihat 40 lebih partai politik dalam pemilu. Setelah reformasi 1998, memang Indonesia, dalam pandangan saya, seperti memasuki tahapan dalam suatu siklus demokrasi dan politik yang memunculkan partai baru sebagai salah satu jalan keluar menyelesaikan perbedaan pendapat. Pemunculan ‘kotak’ baru sebagai jalan keluar, atau setidaknya membuat ‘kotak’ modifikasi dari kotak lama.

Mungkin saya salah, tetapi kelihatannya jalan keluar tersebut belum akan bisa menyelesaikan akar permasalahannya. Untuk menyelesaikan suatu permasalahan kita harus memahami dinamika dari permasalahan, bukan hanya sekedar menyederhanakan masalah atau kebalikannya, demi tidak meninggalkan detail, malah membuat skema pemecahan masalah yang membuat masalah menjadi kelihatan semakin kompleks dan rumit.

Saya salut dengan Mikhail Gorbachev yang sangat jeli memahami dinamika masalah perang dingin yang ditandai perlombaan senjata nuklir antara blok barat dan timur, atau “arms race” pada tahun 80-an (kalau gak salah ingat). Pengembangan senjata nuklir di satu pihak selalu dijawab dengan penambahan senjata nuklir juga oleh pihak lain, menjadi suatu siklus maut. Pada masa itu, siklus maut ini kelihatannya terlalu rumit dan kompleks untuk diurai. Tetapi “Arms race” akhirnya berubah jadi “Peace race” atau perlombaan menuju damai, setelah Gorbachev mengambil inisiatif pengurangan senjata nuklir yang diikuti oleh blok barat (Senge dalam "Fifth Discipline"). Sehingga mulai putuslah siklus maut “arms race” dan istilah “perang dingin” mulai menghilang dari kosa kata “Dunia dalam Berita”.

Di Indonesia, siapa berani mulai memutus siklus pengkotak-kotak-an bangsa ini, sehingga kita mulai bersama-sama menyelesaikan akar permasalahannya?

Monday, January 26, 2009

The World Is Still Round, The Market is Already Flat and Microsoft are still obsessed with Yahoo!


Tidak heran kalau Hermawan Kartajaya dipilih menjadi salah satu dari “50 Gurus Who Have Shaped The Future of Marketing” oleh CIM, United Kingdom. Membaca tulisan serialnya mengenai New Wave Marketing sangat memberikan inspirasi. Tulisan yang mempunyai 100 seri ini kemudian diterbitkan dalam buku dengan judul "New Wave Marketing, The World Is Still Round, The Market is Already Flat”.

Judulnya memang mengandung plesetan dari buku-nya Thomas L. Friedman: " The World Is Flat”. New wave marketing diwarnai oleh beberapa fenomena kunci, antara lain dengan adanya perkembangan Web 2.0 dengan social networking-nya serta perkembangan mobile technology. Social networking sekarang ini menjadi sumber yang luar biasa bagi word-of-mouth referral business yang masif.

Mungkin kesadaran akan perubahan pasar inilah yang membuat Microsoft sampai sekarang masih ngebet ingin mencaplok Yahoo! Walaupun Microsoft pernah bilang sudah tidak berselera lagi mengunyah Yahoo!, tetapi di bawah CEO yang sekarang, Steve Balmer menyatakan kembali mengincar Yahoo! untuk bisa bersaing dengan Google di search engine internet. Salah satu pemilik saham terbesar Yahoo!, Ivory Investment Management LP juga mendukung penjualan bisnis search engine ke Microsoft.

Salah satu bisnis Microsoft yang terbesar, Windows terus digerogoti sama Linux yang juga mempunyai model bisnis dengan kandungan social networking. Model bisnis yang dulu pernah sangat dibenci oleh Bill Gates, karena social networking biasanya sedikit banyak mempunyai embel-embel gratisan.

Di samping karakter Microsoft yang memang “rakus” mengakuisisi perusahaan sebagai bagian penting strategi ekspansinya, pasti ada sebab penting kenapa Microsoft ngebet sama Yahoo! Bisa jadi karena fenomena konvergensi bisnis dan teknologi informasi yang mendefinisikan ulang industri terkait dan persaingannya, karena target pertumbuhan yang menjadikan ekspansi menjadi salah satu shortcut-nya, karena karakter organisasi atau leadernya, karena gemes sama Google atau karena perubahan karakter pasar dalam konteks new wave marketing … atau ada yang lain ya … ? So, The World Is Still Round, The Market is Already Flat and Microsoft are still obsessed with Yahoo!

Saturday, January 24, 2009

A Quiz: Do You Love or Just Love the Idea?


Posting ini terinspirasi dari film “Failure to Launch”, ada yang pernah nonton? Tepatnya dari kata-kata Tripp yang diperankan Matthew McConaughey kepada seorang anak bernama Jeffrey (Tyrel Jackson Williams). Ternyata terdapat perbedaan antara rasa suka atau bahkan cinta kepada sesuatu dengan rasa suka atau cinta hanya kepada gagasannya.

Mungkin kita semua sekarang jatuh cinta dan setuju 100% terhadap gagasan dan upaya mengurangi “global warming”, tetapi berapa dari kita yang telah berani berubah untuk berkontribusi penuh terhadap upaya tersebut. Berapa dari kita yang sudah bersusah payah untuk mengurangi perbuatan “ugal-ugalan” (oops, sorry kata-katanya kok jadi sarkastik gini, ya…..) dalam mengkonsumsi energi (listrik) dari AC, TV, Home Theater atau yang lain? Berapa dari kita yang telah berani mengurangi konsumsi bensin (atau solar) dari kendaraan pribadi dengan jalan kaki, naik angkot atau bersepeda ke kantor, sekolah, atau mall? Apalagi buat kita-kita yang di Surabaya yang kalau jalan 100 meter saja di bawah terik matahari, keringat sudah membanjir, jalan kaki…? wah…. tunggu dulu…. :))

Kita juga semuanya mungkin sangat suka dan setuju 150% dengan gagasan berbagi dengan sesama manusia apapun latar belakangnya, tetapi berapa dari kita yang punya keberanian untuk terus berbagi “sesuatu” walaupun pada suatu saat kita kekurangan “sesuatu” itu? Banyak orang suka dengan konsep perdamaian, tetapi kemudian beberapa di antaranya berusaha “mewujudkannya” melalui perang.

Mungkin fakta inilah yang menyebabkan Al Gore dalam video lanjutan atau update dari “Inconvenient Truth” mengatakan perbedaan besar yang harus segera dilakukan untuk mengatasi “global warming” adalah dengan membangkitkan “a will to act”.

Ini bukan nasehat atau petuah, karena saya orang yang belum pantas memberi nasehat apalagi petuah, saya masih lebih pantas untuk menerima. It is just a quiz: do you really love or just love the idea? Are you brave enough to love?

Friday, January 23, 2009

Only a life lived for others is a life worthwhile


Judul posting tersebut diambil dari kutipan kata-kata Einstein. Di Kompas.com hari ini, tepatnya pada seri "Titik Nol" yang merupakan catatan harian backpacker Indonesia yang sedang keliling dunia, diceritakan tentang pengalamannya di Pakistan.

Pakistan akhir-akhir ini kita kenal dari kerusuhan, perang dengan LTTE dan pembunuhan calon presiden. Tetapi yang dirasakan oleh backpacker tersebut adalah keramahtamahan yang luar biasa. Dalam bahasa Urdu, keramahtamahan disebut dengan mehmannavazi.

Keramahtamahan sebagai konsep yang disebut Mehman, bisa digambarkan dalam kutipan berikut: "Tuan rumah tak makan tak mengapa, asalkan tamu dijamu dengan limpahan makanan mewah. Tak ada uang tak mengapa, asalkan sang tamu tetap merasa nyaman. Menggigil kedinginan bukan masalah, asalkan sang tamu tetap hangat dan lelap." Konsep itu dalam bahasa Thukul, mungkin "too much village" atau "ndeso", hmmm.... what do u think?

Saya yang dulu besar di kota kecil di Jawa pernah juga merasakan konsep yang sama berkembang di masyarakat. Einstein yang mempunyai image "geek" yang genius dan biasanya kurang sosialisasi pun kok ya bisa-bisanya.... punya konsep hidup seperti itu. Jadi teringat masa-masa kecil dulu di "desa", sekaligus malu, kalau berpikir kontribusi sosial yang belum apa-apa

Thursday, January 22, 2009

Semangat... semangat...


Di perjalanan pulang dari Bandung ke Surabaya kemarin (21/1), sempat baca artikel di Kompas tentang Tahun Baru Imlek (Zheng Yue).

Ternyata kata "krisis" dalam huruf Cina ditulis dalam dua huruf: "wei ji". Kata wei ji tersebut berasal dari dua kata yang digabung, yaitu weixian dan jihui (bukan cihui lho ya). Kata Weixan berarti bahaya, sedangkan jihui berarti peluang.

Pesan moralnya, krisis bukan hanya bermakna bahaya, tetapi di dalam krisis juga terdapat peluang. Jadi inget Warkop: "Kesempatan dalam kesempitan".

Jadi.... Bapak-bapak, ibu-ibu, teman-teman, tante, oom, pakdhe, budhe, paklik, aa', teteh, mas, perak, perunggu..... Jangan terjebak ramalan-ramalan di Tahun Kerbau dengan unsur tanah yang kelabu, suram, kelam atau bahkan ramalan tahun 2012. Jangan juga menyerah kalau sekarang sedang ada masalah dengan kerjaan, keluarga, lagi bingung mau bayar utang :) atau komputer kesayangan yang telah menemani selama bertahun-tahun kini rusak parah (kaya' laptop saya yang lagi masuk bengkel hiks... hiks... ), Tetap Semangat!!! tapi, tentunya semangat berbuat baik ya ...

Juga gongxi, gongxi fa chai buat yang merayakan tahun baru Imlek.